Entri Populer

Rabu, 11 Januari 2012

Madrasah Unggulan


MADRASAH UNGGULAN DALAM TINJAUAN
Oleh: Erik Budianto, S.PdI

Dewasa ini madrasah mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan. Hal ini ditandai dengan beberapa hal, yaitu pertama, madrasah saat ini sudah menjadi sub-sistem pendidikan nasional. Artinya, politik pendidikan di Negara ini memperhatikan dan memberikan ruang terhadap upaya-upaya pengembangan madrasah dan pengakuan atas kesetaraan kedudukan dalam system pendidikan nasional. Berbagai kebijakan pengembangan madrasah bisa kita lihat dengan adanya Madrasah Wajib Belajar (MWB), program penegerian madrasah, SKB 3 Menteri, UUSPN tahun 1989, pengembangan madrasah model dan MA keagamaan (khozin, 2006), dan akhir-akhir ini pengembangan madrasah unggulan. Kedua, animo masyarakat terhadap lembaga pendidikan madrasah semakin hari semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para orang tua memasukkan anak-anaknya ke madrasah.
Perkembangan madrasah tentu saja menjadi angin segar bagi masyarakat muslim pada khususnya. Madrasah diharapkan mampu memainkan peranan dalam kehidupan yang senantiasa berubah. Pendidikan madrasah harus mampu membekali pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik agar bisa menghadapi tantangan zaman.
Berkaitan dengan program madrasah unggulan, di satu sisi memiliki beberapa kelebihan, tapi di sisi lain juga tidak lepas dari kelemahan. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya melakukan peninjauan kembali (analisis) terhadap model madrasah tersebut. Apakah program madrasah unggulan sudah sejalan dengan makna filosofis pendidikan ataukah malah bertentangan, sehingga pengembangan madrasah unggulan malah bersifat kontra produktif.

a.    Karakteristik Madrasah Unggulan
Untuk mengawali perbincangan tentang madrasah unggulan serta kegunaannya dalam analisis, maka penulis mengutip apa yang telah ditulis oleh saudara pemakalah utama tentang karakteristik madrasah unggulan. Dalam tulisan tersebut telah dijelaskan bahwa ciri Madrasah unggul sebagaimana yang ditegaskan oleh Depdikbud adalah sebagai berikut: (1) Input terseleksi secara ketat, (2) Sarana dan prasarana yang menunjang, (3)   Lingkungan belajar yang kondusif, (4) Guru dan tenaga kependidikan professional, (5) Inovasi kurikulum, (6) Kurun waktu belajar lebih lama dibanding sekolah/madrasah lain, (7) Proses belajar harus berkualitas dan responsible, (8) Bermanfaat terhadap masyarakat, (9) Program pengayaan.
Beberapa dari karakteristik di atas, menurut penulis perlu dilakukan peninjauan kembali, diantaranya; input terseleksi secara ketat, kurun waktu belajar lebih lama, dan bermanfaat terhadap masyarakat. Apakah ketiga poin tersebut dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan konsepnya ataukah tidak. Maka dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan filosofis, psikologis, dan sosiologis.

b.   Sekolah/Madrasah Unggulan Tinjauan Filosofis
Dalam tradisi masyarakat pendidikan kita, sekolah unggulan sering diistilahkan dengan “excellent school”. Nampaknya penggunaan istilah ini jarang digunakan oleh Negara-negara maju. Di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik dan berkualitas tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan digunakan kata effective, develop, accelerate, dan essential .
Kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Hal ini sangat sejalan dengan fungsi pokok pendidikan, yaitu pengembangan potensi dan kreatifitas. Sementara potensi anak tentu sangat heterogen (multiple intelegence), sehingga pendidikan seyogyanya mampu mewadahi heterogenitas itu. Apabila suatu pendidikan tidak melakukan itu – meskipun itu sekolah/madrasah unggul- sejatinya ia tidak bisa disebut sebagai sekolah/madrasah unggul.
Berkaitan dengan adanya program kelas unggulan pada sekolah/madrasah unggul, menurut Profesor Suyanto, program kelas (baca: sekolah) unggulan di Indonesia secara pedagogis menyesatkan, bahkan ada yang telah memasuki wilayah ‘malpraktik’ dan akan merugikan pendidikan kita dalam jangka panjang. Kelas-kelas unggulan diciptakan dengan cara mengelompokkan siswa menurut kemampuan akademisnya tanpa didasari filosofi yang benar. Pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas menurut kemampuan akademis, tidak sesuai dengan hakikat kehidupan di masyarakat. Kehidupan di masyarakat tak ada yang memiliki karakteristik homogen.

c.    Madrasah Unggulan Tinjauan Psikologis
Adanya konsep bahwa pada sekolah/madrasah unggulan waktu belajar harus lebih lama dari sekolah/madrasah yang lain (tidak unggulan), di satu sisi memang itu sebuah keniscayaan. Karena beban yang ditanggung madrasah lebih berat dibanding sekolah umum. Dalam waktu yang bersamaan madrasah dituntut membekali peserta didik tentang ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Namun dalam prakteknya tentu saja memiliki implikasi psikologis bagi peserta didik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa-siswa di sekolah/madrasah unggulan banyak yang mengalami stress. Mengingat beban pelajaran dan tugas yang diberikan oleh para guru sangat padat.
Menarik tentang hal ini, menurut Mujamil Qomar, salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah adalah dengan menyederhanakan beban studi. Filosofinya, lebih baik mata pelajaran sedikit tetapi siswa menguasainya daripada banyak tetapi serba tidak menguasai. Maka, mata pelajaran yang tidak ada kelanjutannya pada jenjang pendidikan di atasnya sebaiknya dihapus (Qomar, 2007).
Selain itu, munculnya sikap superiority dan inferiority di kalangan siswa. Bagi siswa yang bersekolah di madrasah unggulan (kelas unggulan) menjadikan mereka merasa lebih unggul, dan cenderung meremehkan yang lain. Sedangkan bagi siswa yang bersekolah di madrasah yang bukan unggulan (kelas unggulan) merasa rendah diri (inferior).
Kalau sekolah/madrasah tidak mampu mengatasi kondisi tersebut, maka akan terjadi ketimpangan dan penyimpangan yang luar biasa dalam pendidikan. Pendidikan yang mempunyai misi memanusiakan manusia berbalik menjadi proses dehumanisasi.

d.   Madrasah Unggulan Tinjauan Sosiologis
Kehadiran madrasah unggulan sejatinya upaya untuk merespon kebutuhan masyarakat (community needs). Masyarakat sekarang ini menginginkan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak mereka, khususnya masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke atas. Dengan kata lain, madrasah unggulan merupakan konsumsi masyarakat golongan itu.
Implikasinya, layanan pendidikan yang berkualitas tidak lagi menjadi milik masyarakat luas, tetapi milik masyarakat tertentu. inilah yang akhirnya memunculkan gap di tengah-tengah masyarakat. Madrasah unggulan seakan menjadi icon golongan atas, dan madrasah yang tidak unggulan menjadi icon golongan bawah.
Dengan demikian, karakteristik madrasah unggulan, yakni ‘bermanfaat bagi masyarakat’ berjalan timpang. Pendidikan menjadi memihak pada salah satu golongan saja dan mengerdilkan golongan yang lain. Selain itu, tingkat sosialisasi siswa menjadi terhalang oleh sekat-sekat sosiologis itu.
e.    Restrukturisasi Madrasah Unggulan
Agar prestasi belajar yang tinggi dapat dimiliki oleh seluruh siswa, maka konsep sekolah/madrasah unggulan hendaknya direstrukturisasi. Penulis mendapatkan konsep ini dari sebuah artikel inspiratif yang ditulis oleh Iqbal Fahri (Kepala SMP Daar el-Salam).
 Restrukrutisasi sekolah/madrasah unggulan yang ditawarkan meliputi: Pertama, program sekolah/madrasah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan. Kelas harus dibuat heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa bersosialisasi dengan semua siswa dari tingkatan dan latar berlakang yang beraneka ragam. Pelaksanaan pembelajaran harus menyatu dengan kelas biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat keunggulan tertentu disalurkan dan dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki bakat keunggulan serupa. Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan matematis tetap masuk dalam kelas reguler, namun diberi pengayaan pelajaran matematika.
Kedua, konsep pengembangan sekolah/madrasah unggulan didasari atas upaya sadar untuk mendidik anak belajar berpikir, belajar hidup, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar untuk hidup mandiri. Oleh karena itu, sekolah/madrasah unggulan seyogyanya mampu menginternalisasi serta mengembangkan Learning How to Learn (belajar bagaimana belajar), artinya belajar tidak hanya berupa transformasi pengetahuan tetapi jauh lebih penting adalah mempersiapkan keterampilan belajar siswa (learning skill) sehingga mampu memanfaatkan sumber-sumber belajar yang mereka temukan dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain maupun dari lingkungan dimana dia tumbuh guna mengembangkan potensi, perkembangan diri, serta kemandirian belajarnya.
Ketiga, sekolah/madrasah unggulan hendaknya dikembangkan dan dilandasi atas tiga idealisme, yang selama ini kurang dieksplorasi substansi dan implementasinya. Yaitu: (1) employability adalah idealism untuk memperebutkan peluang dalam suasana ekonomi kompetitif di era globalisasi (baca: generasi kompetitif); (2) humanizing capitalism yaitu idealisme pendidikan yang menekankan pada orientasi humanistik universal untuk memanusiakan kapitalisme. Pendidikan humanisme diarahkan untuk memupuk rasa kemanusiaan dan kesetiakawanan sosial. Keunggulan fisik dan prestasi di sekolah/madrasah unggulan tidak akan bermakna, manakala tidak ada rasa kemanusiaan antar sesama. dan (3) idealisme yang menekankan pada pandangan hidup keagamaan untuk mencegah penyalahgunaan sains dan teknologi pada masa mendatang.
Keempat, dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelegensi dalam ruang lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan siswa dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan seperti yang dikenal dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence).
Kelima, sekolah/madrasah unggulan lebih menekankan pada penciptaan iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah. Sekolah/madrasah unggulan adalah sekolah/madrasah yang dapat menerima dan mampu memproses siswa yang masuk sekolah tersebut (input) dengan prestasi belajar minimum menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi.
Keenam, sekolah/madrasah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul yaitu memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargai prestasi setiap siswa berdasar kondisinya masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan memuaskan.

f.     Penutup
Upaya peningkatan kualitas sekolah/madrasah tidak harus mengabaikan prinsip-prinsip etik dalam pendidikan. Dalam kampanyenya, pendidikan senantiasa memproklamirkan diri sebagai usaha memanusiakan manusia, akan tetapi dalam praktiknya malah sering melakukan dehumanisasi.
Dehumanisasi yang dimaksud adalah tidak adanya pengakuan atas keanekaragaman potensi manusia. bahwa setiap manusia memiliki berbagai jenis macam kecerdasan (multiple intelegence). Hilangnya nilai-nilai sosial dalam penyelenggaraan sekolah/madrasah unggul. Dan ujung-ujungnya menimbulkan diferensiasi social (social gap) di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun begitu, peningkatan kualitas madrasah harus senantiasa digalakkan dengan selalu melakukan re-evaluasi, re-konsepsi, dan re-formulasi. Hal itu sebagai upaya meminimalisir kelemahan-kelemahan yang terjadi selama ini.



Referensi
Barizi, Ahmad (Ed). Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: PT    RajaGrafindo Persada, 2005.
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam. Malang: UMM Press, 2006.
Fadjar, A. Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam.Jakarta: LP3NI, 1998.
Fahri, Iqbal. Sekolah Unggulan dalam Tinjauan. Artikel PDF
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam. Penerbit Erlangga, 2007.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar